BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah
Banyaknya kasus yang terjadi sekarang ini, seperti
penindasan terhadap rakyat yang dilakukan oleh penguasa yang menjadi realitas
yang sering kita lihat dan kita dengar dalam setiap pemberitaan pers, baik
melalui media elektronik maupun cetak.
Untuk
mengatasi hal ini, maka perlunya kajian tentang kekuatan rakyat/masyarakat (civil) dalam konteks
interaksi-relationship, baik antara rakyat dan Negara maupun rakyat dengan
rakyat. Dengan pola
hubungan interaktif
tersebut akan
memposisikan rakyat sebagai bagian integral dalam komunitas Negara yang
memiliki kekuatan dan menjadi komunitas
masyarakat sipil yang memiliki kecerdasan, analisa kritis yang tajam serta
mampu berinteraksi dengan
lingkungannya secara demokratis dan berkeadaban.
Diharapkan dengan
adanya kekuatan masyarakat (civil) sebagai bagian dari komunitas bangsa ysang
akan mengantarkan kepada sebuah wacana yang saat ini berkembang, yakni
masyarakat madani.
Wacana
masyarakat madani ini, merupakan wacana yang telah mengalami prosesnyangnpanjang.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian masyarakat madani ?
2.
Bagaimana sejarah dan perkembangan masyarakat madani ?
3.
Bagaimana karakteristik masyarakat madani ?
4.
Apa pilar penegak masyarakat madani ?
5.
Bagaimana masyarakat madani dan demokratisasi?
6.
Bagaimana masyarakat madani Indonesia ?
1.3
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas pendidikan kewarganegaraan dan untuk :
1.
Untuk mengetahui apa pengertian masyarakat madani;
2.
Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan masyarakat
madani;
3.
Untuk mengetahui karakteristik masyarakat madani ;
4.
Untuk mengetahui pilar penegak mesyarakat madani;
5.
Untuk mengetahui bagaimana masyarakat madani dan demokratisasi;
6.
Untuk mengetahui masyarakat madani Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Masyarakat Madani
Untuk pertama kali
istilah Masyarakat Madani dimunculkan oleh Anwar Ibrahim, mantan wakil perdana
mentri Malaysia. Menurut Anwar Ibrahim, sebagaimana dikutip Dawam Rahardjo,
Masyarakat Madani merupakan sistem
sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara
kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat. Inisiatif dari individu dan
masyarakat akan berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan
undang-undang dan bukan nafsu atau keinginan individu.[1]
Menurut Anwar Ibrahim,
masyarakat madani mempunyai ciri-ciri yang khas: Kemajemukan budaya
(multikultural), hubungan timbal balik (reprocity), dan sikap saling memahami
dan menghargai. Lebih lanjut Anwar Ibrahim menegaskan bahwa karakter Masyarakat
madani ini merupakan “guiding ideas”, meminjam istilah Malik Bannabai, dalam
melaksanakan ide-ide yang mendasari msyarakat madani, yaitu prinsip moral,
keadilan, keseksamaan, musyawarah dan demokrasi.
Sejalan dengan gagasan
Anwar Ibrahim, Dawam Rahardjo mendefinisikan masyarakat madani sebagai proses
penciptaan peradaban yang mengacu kepada nilai-nilai kebijakan bersama.
Selanjutnya Dawam
menjelaskan, dasar utama dari masyarakat madani adalah persatuan dan integrasi
sosial yang didasarkan pada suatu pedoman hidup, menghindarkan diri dari
konflik dan permusuhan yang menyebabkan perpecahan dan hidup dalam suatu
persaudaraan.[2]
Seiring dengan ide-ide
di atas, menurut Azyumardi Azra, masyarakat madani lebih dari sekedar gerakan
pro-demokrasi,
karena ia juga mengacu pada pembentukan masyarakat berkualitas dan bertamadun
(civility). Dari pandangan di atas, Nurcholish Nadjid menegaskan bahwa
makna masyarakat madani berakar dari kata “civility” yang mengandung
makna toleransi, kesediaan pribadi-pribadi untuk menerima berbagai macam
pandangan politik dan tingkah laku social.[3]
2.2
Sejarah
dan Perkembangan Masyarakat Madani
Filsuf Yunani
Aristoteles ( 384-322) yang memandang civil society sebagai sistem kenegaraan atau identik dengan
negara itu sendiri. Pandangan ini merupakan fase pertama sejarah wacana civil
society. Pada masa Aristoteles civil society dipahami sebagai sistem kenegaraan dengan menggunakan
istilah koinonia politike, yakni sebuah komunitas politik tempat warga
dapat terlibat langsung dalam berbagai percaturan ekonomi-politik dan
pengambilan keputusan.[4]
Rumusan civil
society selanjutnya dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1588-1679 M ) dan Jhon Locke (1632-1704), yang
memandangnya sebagai kelanjutan dari evolusi natural sciety. Menurut
Hobbies, sebagai antitesa
Negara civil society mempunyai peran untuk meredam konflik dalam
masyarakat sehingga ia harus memiliki kekuasaan mutlak, sehingga ia mampu
mengontrol dan mengawasi secara ketat pola-pola interaksi (prilaku politik )
setiap warga Negara. Berbeda dengan Jhon Locke, kehadiran civil society adalah
untuk melindungi kebebasan dan hak milik setiap warga Negara.[5]
Fase kedua, pada tahun
1767 Adam Ferguson mengembangkan
wacana civil society dengan konteks social dan politik di Skotlandia.
Ferguson, menekankan visi etis pada civil society dalam kehidupan
social. Pemahamannya ini lahir tidak lepas dari pengaruh dampak revolusi
industri
dan kapitalisme yang melahirkan ketimpangan sosial yang mencolok.
Fase ketiga, pada tahun
1792 Thomas Paine mulai memaknai wacana civil society sebagai sesuatu
yang berlawanan dengan lembaga Negara, bahkan dia dianggap sebagai antitesa
Negara. Menurut pandangan ini Negara tidak lain hanyalah keniscayaan buruk belaka.
Konsep Negara yang absah,
menurut mazhab ini, adalah perwujudan dari delegasi kekuasaan yang diberikan
oleh masyarakat demi terciptanya kesejahteraan bersama. Semakin sempurna sesuatu masyarakat
sipil, semakin besar pula peluangnya untuk
mengatur kehidupan warganya sendiri.
Fase keempat, wacana civil
society selanjutnya
dikembangkan oleh GWF. Hegel
(1770-1837 M), Karl Marx (1818-1883 M) dan Antonio Gramsci (1891-1837 M). Dalam
pandangan ketiganya civil society merupakan elemen ideologis kelas dominan.
Fase kelima, wacana civil
society sebagai reaksi terhadap mazhab Hegelian yang dikembangkan oleh Alexis
de Tocqueville (1805-1859 M). Pemikiran
Tocqueville tentang civil society sebagai kelompok penyeimbang kekuatan
Negara. Menurut Tocqueville, kekuatan politik dan masyarakat sipil merupakan
kekuatan utama yang menjadikan demokrasi Amerika mempunyai daya tahan yang
kuat.[6]
2.3 Karakteristik Masyarakat Madani
Masyarakat madani tidak
muncul dengan sendirinya. Ia menghajatkan unsur- unsur sosial yang menjadi prasayarat
terwujudnya tatanan masyarakat madani. Faktor- faktor tersebut merupakan satu kesatuan
yang saling mengikat dan menjadi karakter khas masyarakat madani. Beberapa
unsur pokok yang dimiliki oleh masyarakat madani adalah: Wilayah publik yang
bebas( free public sphere), demokrasi, toleransi, kemajemukan (pluralism ), dan
keadilan social (social justice).
1. Adanya
Wilayah Publik yang Luas
Free public sphere adalah
ruang publik yang bebas sebagai sarana untuk mengemukakan pendapat warga
masyarakat. Di wilayah ruang publik ini semua warga Negara memiliki posisi dan
hak yang sama untuk melakukan transaksi
sosial dan politik tanpa rasa takut dan terancam oleh kekuatan – kekuatan di
luar civil society.
2. Demokrasi
Demokrasi adalah
prasayarat mutlak lainnya bagi keberadaan civil society yang murni
(genuine). Tanpa demokrasi masyarakat sipil tidak mungkin terwujud. Secara umum
demokrasi adalah suatu tatanan sosial politik yang bersumber dan dilakukan
oleh, dari, dan untuk warga Negara.
3. Toleransi
Toleransi adalah sikap
saling menghargai dan menghormati perbedaan pendapat.
4. Pluralisme
Kemajemukan atau
pluralisme merupakan prasayarat lain bagi civil society . Pluralisme
tidak hanya dipahami sebatas sikap harus
mengakui dan menerima kenyataan sosial yang beragam, tetapi harus disertai
dengan sikap yang tulus untuk menerima kenyataan perbedaan sebagai sesuatu yang
alamiah dan rahmat Tuhan yang bernilai positif bagi kehidupan masyarakat.
5. Keadilan
social
Keadilan sosial adalah
adanya keseimbangan dan pembagian yang proporsional atas hak dan kewajiban
setiap warga
Negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan: ekonomi, politik, pengetahuan dan
kesempatan. Dengan pengertian lain, keadilan sosial adalah hilangnya monopoli
dan pemusatan salah satu aspek kehidupan yang dilakukan oleh kelompok atau
golongsn tertentu.[7]
2.4
Pilar
Penegak Masyarakat Madani
Pilar penegak masyarakat madani adalah
institusi-institusi yang menjadi bagian dari social control yang berfungsi
mengkritisi kebijakan-kebijakan penguasa yang diskriminatif serta mampu
memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas. Pilar-pilar tersebut antara
lain adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Pers, Supremasi Hukum, Perguruan
Tinggi dan Partai Politik.
a.
Lembaga Swadaya Masyarakat
Lembaga Swadaya Masyarakat adalah institusi sosial yang
dibentuk oleh swadaya masyarakat yang tugas utamanya adalah membantu dan
memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang tertindas. LSM dalam
konteks masyarakat madani bertugas mengadakan pemberdayaan kepada masyarakat
mengenai hal-hal yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya
mengadakan pelatihan dan sosialisasi program-program pembangunan masyarakat.
b.
Pers
Pers adalah institusi yang berfungsi untuk mengkritisi
dan menjadi bagian dari social control yang dapat menganalisa serta
mempublikasikan berbagai kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan warga
negaranya. Selain itu, pers juga diharapkan dapat menyajikan berita secara
objektif dan transparan.
c.
Supremasi Hukum
Setiap warga
negara , baik yang duduk dipemerintahan atau sebagai rakyat harus tunduk kepada
aturan atau hukum. Sehingga dapat mewujudkan hak dan kebebasan antar warga
negara dan antar warga negara dengan pemerintah melalui cara damai dan sesuai
dengan hukum yang berlaku.
Supremasi hukum juga memberikan jaminan dan perlindungan
terhadap segala bentuk penindasan individu dan kelompok yang melanggar
norma-norma hukum dan segala bentuk penindasan hak asasi manusia.
d.
Perguruan Tinggi
Perguruan tinggi merupakan tempat para aktivis kampus
(dosen dan mahasiswa) yang menjadi bagian kekuatan sosial dan masyarakat madani
yang bergerak melalui jalur moral porce untuk menyalurkan aspirasi
masyarakat dan mengkritisi berbagai kebijakan-kebijakan pemerintah. Namun,
setiap gerakan yang dilakukan itu harus berada pada jalur yang benar dan
memposisikan diri pada real dan realitas yang betul-betul objektif serta
menyuarakan kepentingan masyarakat.
Sebagai bagian dari pilar penegak masyarakat madani, maka
Perguruan Tinggi memiliki tugas utama mencari dan menciptakan ide-ide
alternatif dan konstruktif untuk dapat menjawab problematika yang dihadapi oleh
masyarakat.
Menurut Riswanda Immawan, Perguruan Tinggi memiliki tiga
peran yang strategis dalam mewujudkan masyarakat madani:
·
Pemihakan yang tegas pada prinsip egalitarianisme yang
menjadi dasar kehidupan politik yang demokratis.
·
Membangun political safety net yakni dengan
mengembangkan dan mempublikasikan informasi secara objektif dan tidak
manipulatif.
·
Melakukan tekanan terhadap ketidakadilan dengan cara yang
santun, saling menghormati, demokratis serta meninggalkan cara-cara yang
agiatif dan anarkhis.
e.
Partai Politik
Partai Politik merupakan wahana bagi warga negara untuk
dapat menyalurkan aspirasi politiknya. Partai politik menjadi sebuah tempat
ekspresi politik warga negara sehingga partai politik menjadi prasyarat bagi
tegaknya masyarakat madani.[8]
2.5 Masyarakat Madani
dan Demokratisasi
Masyarakat madani yang dipahami sebagai sebuah tatanan
kehidupan yang menginginkan kesejajaran hubungan antar warga negara dengan
negara atas dasar prinsip saling menghormati. Masyarakat madani yang tidak
hanya bersikap dan berperilaku sebagai citizen yang memiliki hak dan
kewajiban, namun juga harus menghormati dan memperlakukan semua warga negara
sebagai pemegang hak dan kebebasan yang sama.
Hubungan antara masyarakat madani dengan demokrasi,
menurut Dawam bagaikan dua sisi mata uang
yang keduanya bersifat ko-eksistensi. Artinya, hanya dalam masyarakat
madani yang kuatlah demokrasi dapat ditegakkan dengan baik dan hanya dalam
suasana demokratislah civil society dapat berkembang secara wajar.
Menurut Nucholish Madjid, masyarakat madani merupakan
“rumah” persemian demokrasi. Perlambang demokrasinya adalah pemilihan umum
(pemilu) yang bebas dan rahasia. Namun, demokrasi tidak hanya bersemayam dalam
pemilu, sebab jika demokrasi harus mempunyai “rumah” maka rumahnya adalah
masyarakat madani.
Kuatnya hubungan antara masyarakat madani dengan
demokratisasi, sehingga masyarakat madani dapat dijadikan sebagai solosi dalam
mengatasi permasalahan dalam menjalankan demokrasi. Selain itu, dapat juga
dipakai sebagai cara pandang untuk memahami universalitas fenomena
demokratisasi diberbagai kawasan dan negara.
Larry Diamond, menyebutkan secara sistematis ada 6
konstribusi masyarakat madani terhadap proses demokrasi, yaitu:
Ø Masyarakat madani
menyediakan wahana sumber daya politik, ekonomi, kebudayaan dan moral untuk
mengawasi dan menjaga keseimbangan pejabat negara.
Ø Pluralisme dalam
masyarakat madani bila diorganiser akan menjadi dasar yang penting bagi
persaingan demokratis.
Ø Memperkaya
partisipasi politik dan meningkatkan kesadaran kewarganegaraan.
Ø Ikut menjaga
stabilitas negara.
Ø Tempat menggamleng
pimpinan politik.
Ø Menghalangi
dominasi rezim otoriter dan mempercepat runtuhnya rezim.
Dalam masyarakat madani, warga negara mempunyai posisi
sebagai pemilik kedaulatan dan hak untuk mengontrol pelaksanaan kekuasaan yang
mengatasnamakan rakyat. Oleh karena itu diperlukan adanya ruang publik yang
bebas, sehingga setiap individu masyarakat madani memiliki kesempatan untuk
memperkuat kemandirian dan kemampuannya dalam mengelola wilayah. Kemandirian
yang mampu direfleksikan dalam seluruh ruang kehidupan politik, ekonomi, dan
budaya.[9]
Menurut Arief, proses pemberdayaan antara masyarakat
madani dengan demokrasi akan terjadi jika:
Ø Berbagai kelompok
masyarakat madani mendapat peluang untuk lebih banyak berperan, baik pada
tingkat negara ataupun masyarakat.
Ø Jika posisi kelas
tertindas berhadapan dengan kelas yang dominan menjadi lebih kuat yang berarti
juga terjadinya proses pembebasan rakyat dari kemiskinan dan ketidakadilan.
Berkaitan dengan demokrasi ini, M. Dawam Rahardjo
menyatakan ada beberapa asumsi yang berkembang :
Ø Demokrasi bisa berkembang
apabila masyarakat madani menjadi kuat baik melalui perkembangan dari dalam
atau dari diri sendiri, melalui perlawanan terhadap negara atau melalui proses
pemberdayaan ( termasuk oleh pemerintah ).
Ø Demokratisasi hanya
bisa berlangsung apabila peranan negara dikurangi atau dibatasi tanpa
mengurangi efektivitas dan efisiensi institusi melalui interaksi , perimbangan
dan pembagian kerja yang saling memperkuat antara negara dengan pemerintah
sendiri.
Ø Demoratisasi bisa
berkembang dengan meningkatkan kemandirian atau independensi masyarakat madani
dari tekanan dan kooptasi negara.[10]
2.6 Masyarakat Madani
Indonesia
Masyarakat madani jika dilihat secara sekilas merupakan format kehidupan
alternatif yang mengedepankan semangat demokrasi dan menjunjung tinggi nilai-nilai
hak asasi manusia. Hal ini diberlakukan ketika negara sebagai penguasa dan
pemerintah tidak bisa menegakkan demokrasi dan hak asasi manusia dalam
menjalankan roda pemerintahannya. Oleh karena itu, konsep masyarakat madani
menjadi alternatif pemecah, yaitu dengan pemberdayaan dan penguatan
kebijakan-kebijakan pemerintah yang nantinya terwujud kekuatan masyarakat sipil
yang mampu merealisasikan dan menegakkan konsep hidup yang demokratis dan
menghargai hak-hak asasi manusia.
Berbicara tentang berkembanganya masyarakat madani di Indonesia diawali
dengan adanya kasus-kasus pelanggaran HAM dan pengekangan kebebasan
berpendapat, berserikat, dan kebebasan untuk mengeluarkan pendapat dimuka umum.
Hal inilah yang menyebabkan munculnya berbagai lembaga-lembaga non pemerintah
yang mempunyai kekuatan dan bagian dari social control.[11]
Sejak zaman Orde Lama dengan rezim Demokrasi Terpimpinnya
Soekarno, sudah terjadi manipulasi peran serta masyarakat
untuk kepentingan politis dan terhegomoni sebagai alat
legitimasi politik. Kemudian pada masa orde baru , pengekangan demokrasi dan
penindasan terhadap hak asasi manusia semakin terbuka.
Salah satu contoh yang bisa kita lihat, banyaknya terjadi
pengambilalihan hak tanah rakyat oleh penguasa dengan alasan untuk pembangunan.
Selain itu, di Indonesia pada era orde baru ini banyak terjadi tindakan-tindakan
anarkhisme yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia sendiri. Hal ini
menunjukkan bahwa di Indonesia pada saat itu belum menyadari pentingnya
toleransi dan semangat pluralisme.
Oleh karena itu, Indonesia ini membutuhkan pemberdayaan
dan penguatan masyarakat secara komprehensif agar memiliki wawasan dan kesadaran demokrasi
yang baik serta mampu menjunjung tinggi nilai-nilai Hak Asasi Manusia.
Adapun yang masih menjadi kendala dalam mewujudkan
masyarakat madani di Indonesia diantaranya :
1.
Kualitas SDM yang belum memadai karena pendidikan yang belum merata.
2. Masih
rendahnya pendidikan politik masyarakat.
3. Kondisi
ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter.
4.
Tingginya angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang terbatas.
5.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar.
6. Kondisi
sosial politik yang belum pulih pasca reformasi.[12]
Menurut Dawam, ada tiga strategi yang salah satunya dapat
digunakan sebagai strategi memberdayakan masyarakat madani:
1)
Strategi yang lebih mementingkan integrasi nasional dan
politik. Strategi ini berpandangan bahwa sistem demokrasi tidak mungkin
berlangsung dalam masyarakat yang belum memiliki kesadaran berbangsa dan
bernegara yang kuat.
2)
Strategi yang lebih mengutamakan reformasi sistem politik
demokrasi. Strategi ini berpandangan bahwa untuk membangun demokrasi tidak
perlu menunuggu rampungnya tahap pembangunan ekonomi.
3)
Strategi yang memilih membangun masyarakat madani sebagai
basis yang kuat kearahndemokratisasi.[13]
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut Anwar Ibrahim, sebagaimana dikutip Dawam
Rahardjo, Masyarakat Madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan
prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan
kestabilan masyarakat. Dan dasar utama dari masyarakat madani adalah persatuan
dan integrasi sosial yang didasarkan pada suatu pedoman hidup, menghindarkan
diri dari konflik dan permusuhan yang menyebabkan perpecahan dan hidup dalam
suatu persaudaraan.
Beberapa unsur pokok
yang dimiliki oleh masyarakat madani adalah: Wilayah publik yang bebas( free
public sphere), demokrasi, toleransi, kemajemukan (pluralism ), dan keadilan
social (social justice).
Adapun pilar-pilar penegak masyarakat madani adalah
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Pers, Supremasi Hukum, Perguruan Tinggi dan
Partai Politik.
Menurut Dawam, ada tiga strategi yang salah satunya dapat
digunakan sebagai strategi memberdayakan masyarakat madani:
Ø Strategi yang lebih mementingkan
integrasi nasional dan politik. Strategi ini berpandangan bahwa sistem
demokrasi tidak mungkin berlangsung dalam masyarakat yang belum memiliki
kesadaran berbangsa dan bernegara yang kuat.
Ø Strategi yang lebih mengutamakan
reformasi sistem politik demokrasi. Strategi ini berpandangan bahwa untuk
membangun demokrasi tidak perlu menunuggu rampungnya tahap
pembangunan ekonomi.
Ø Strategi yang memilih membangun
masyarakat madani sebagai basis yang kuat kearahndemokratisasi.
3.2 Saran
Untuk memperdalam pengetahuan tentang Masyarakat Madani, diperlukan
literatur lebih banyak lagi dan disarankan untuk menambah bahan dan tidak terfokus pada literatur ini saja.
DAFTAR
PUSTAKA
Azra, Azyumardi.
2003. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyrakat Madani. Jakarta: ICCE
UIN Syarif Hidayatullah.
Hidayat, Komaruddin dan Azyumari Azra. 2006. Demokrasi,
Hak Asasi Manusia,dan Masyarakat Madani. Jakarta
: ICCE UIN Hidayatullah Jakarta dan The Asia Foundation.
http://rinawssuriyani.blogspot.com/2012/04/karakteristik-masyarakat-madani.html
Ubaidillah, A, dkk.
2000. Pendidikan Kewarganegaraan ( Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani).
Jakarta: IAIN Jakarta Press.
[1]
Komaruddin
Hidayat dan Azyumari Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia,dan Masyarakat
Madani ( Jakarta : ICCE UIN Hidayatullah Jakarta dan The Asia Foundation,
2006 ), p. 302.
[2]
Ibid., pp.303-304.
[3]
Ibid., p.304.
[4]
Ibid., p.306.
[8]
Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak
Asasi Manusia, dan Masyrakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif
Hidayatullah, 2003)., pp.250-251.
[11] Ibid.,
p. 256.
[13]
A. Ubaidillah, dkk, Pendidikan
Kewarganegaraan ( Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani), (Jakarta: IAIN
Jakarta Press, 2000)., pp.156-157.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar