BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Sumber Tasawuf
Prof. DR. Hamka dalam bukunya “Perkembangan
tasawuf dari abad ke abad” menyimpulkan : “bahwasanya Tasawuf islam
telah tumbuh sejak tumbuhnya agama islam itu sendiri. Tumbuh di dalam jiwa
pendiri islam itu sendiri, yaitu Nabi Muhammad. Disauk airnya dari dalam Qur’an
sendiri”.
Setelah
memperhatikan permulaan tumbuhnya, jelaslah bahwa ilmu tasawuf tumbuh sediri
karena pengaruh membaca ayat-ayat sucu Al-Qur’an. Memahami ,maksudnya, membaca
hadist, mencontoh kehidupan nabi dan para sahabatnya, serta pengaruh tuntutan
agama Islam pada umumnya. Tetapi dalam permulaan tumbuhan sampai akhir abad
kedua Hijriyah, tasawuf belum menjadi suatu ilmu menjadi suatu ilmu yang
tersusun/tersendiri dengan beberapa syarat dan tata cara tertentu.[1]
Menurut
ilmu Klaidun dalam “Muqaddimah Tarikhnya” menyatakan : “Tasawuf
ialah salah satu di antara ilmu salah satu di antara ilmu-ilmu syari’at yang
baru tumbuhan dalam agama islam. Asal mulanya dari amal perbuatan
salahfussalihin, dari sahabat-sahabat nabi dan amal tabi’in, dan orang-orang
yang sesudah itu, maksudnya ialah menuruti jalan kebenaran (haq) dan petunjuk
Allah (hidayat). Pokoknya ialah tekun beribadat , memutuskan jalan yang lain
dan tetap hanya tertuju kepada Allah semata, menolak kemgahan dan perhiasan
dunia, melepaskan diri (zuhud) dari yang diingini kebudayaan orang berupa
kelezatan, harta benda atau kemegahan pangkat, serta menyendiri dari makhluk
dalam berkhalwat untuk beribadat”.
1.2. Rumusan Masalah
a. Apa arti dari Tasawuf ?
b. Apa asal usul dari Tasawuf ?
c. Apa manfaat dari Tasawuf ?
1.3. Tujuan
a. Mengetahui arti Tasawuf.
b. Mengetahui asal usul Tasawuf.
c. Mengetahui manfaat tasawuf.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Arti dari Tasawuf
Ada sejumlah pengertian yang telah
dikemukakan oleh para ahli, baik dari kalangan para sufi (pengamal ajaran
tasawuf) maupun yang bukan, terhadap kata “tasawuf”. Namun, tidak mungkin mencantum
semua definisi dalam tulisan ini karena sebagai definisi memiliki kesamaan arti
dengan definisi lain, dengan menggunakan redaksi yang berbeda.
Untuk
tujuan kejelasan arti kata “tasawuf atau sufi”, dilakukan penelusuaran terhadap
asal usul penggunaan kata tersebut. Penelusuran ini diharapkan akan memberikan
gambaran yang jelas akan makna kata “tasawuf” yang sesungguhnya. Setelah itu,
dilihat pula beberapa definisi yang telah dirumuskan oleh para ahli. Karena
kebanyak para ulama tasawuf berbeda pendapat tentang asal usul penggunaan kata
tersebut ada yang berpendapat bahwa kata tersebut dinisbahkan pada perkataan ahl
ash-shuffah.[2]
Ada
yang mengatakan bahwa tasawuf bersal dari kata “shafa” , artinya suci, bersih,
atau murni. Hal ini karna jika dilihat dari segi niat maupun tujuan setiap
tindakan dan ibadah aum sufi, jelas bahwa semua itu dilakukan dengan niat suci
untuk membersihkan jiwa dalam mengabdi kepada Allah SWT.[3]
Ada
lagi yang mengatakan tasawuf berasal dari kata shaff, artinya shaff atau
baris. Dinamakan sebagai sufi, menurut pendapat ini, karena berada pada garis (shaff)
pertama di depan Allah akibat besarnya keinginan mereka akan Dia, kecenderungan
hati mereka terhadap-Nya. Namun, ada juga yang mengatakan bahwa ahl
ash-shuffahh dalah sebuah komunitas yang hidup pada masa Rasulullah, dan
senantiasa menyibukan diriuntuk beribadah kepada Allah. Mereka memiliki
karakteristik yang kuat dalam persoalan ibadah sehingga mereka lebih senang
hidup ‘sengsara’ di dunia, namun menemukan kebahagiaan kelak di akhirat. Oleh
karena itu, bagi mereka, kegiatan ibadah yang dilakukannya tidak mengenal
waktu, kapan pun dan dimana pun. Sisa hidup mereka di dunia tidak dibuang
dengan sia-sia, tetapi dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk selalu mengingat
Allah.[4]
2.2. Asal Usul Tasawuf
Dari Harun Nasution
diterangkan bahwa: Karena tasawuf timbul dalam Islam sesudah umat Islam
mempunyai kontak dengan agama Kristen, filsafat Yunani dan agama Hindu dan
Buddha, muncullah anggapan bahwa aliran tasawuf lahir dalam Islam atas pengaruh
dari luar.
Ada yang mengatakan bahwa
pengaruhnya datang dari rahib-rahib Kristen yang mengasingkan diri untuk
beribadat dan mendekatkan diri kepada Tuhan di gurun pasir Arabia. Tempat
mereka menjadi tujuan orang yang perlu bantuan di padang yang gersang. Di siang
hari, kemah mereka menjadi tempat berteduh bagi orang yang kepanasan; dan di
malam hari lampu mereka menjadi petunjuk jalan bagi musafir. Rahib-rahib itu
berhati baik, dan pemurah dan suka menolong. Sufi juga mengasingkan diri dari
dunia ramai, walaupun untuk sementara, berhati baik, pemurah dan suka menolong.
Pengaruh filsafat Yunani dikatakan
berasal dari pemikiran mistik Pythagoras. Dalam filsafatnya, roh manusia adalah
suci dan berasal dari tempat suci, kemudian turun ke dunia materi dan masuk ke
dalam tubuh manusia yang bernafsu. Roh yang pada mulanya suci itu menjadi tidak
suci dan karena itu tidak dapat kembali ke tempatnya semula yang suci. Untuk
itu ia harus menyucikan diri dengan memusatkan perhatian pada fllsafat serta
ilmu pengetahuan dan melakukan beberapa pantangan. Filsafat sufi juga demikian.
Roh yang masuk ke dalam janin di kandungan ibu berasal dari alam rohani yang
suci, tapi kemudian dipengaruhi oleh hawa nafsu yang terdapat dalam tubuh
manusia. Maka untuk dapat bertemu dengan Tuhan Yang Maha Suci, roh yang telah
kotor itu dibersihkan dulu melalui ibadat yang banyak.
Masih dari filsafat Yunani, pengaruh
itu dikaitkan dengan filsafat emanasi Plotinus. Roh memancar dari diri Tuhan
dan akan kembali ke Tuhan. Tapi, sama dengan Pythagoras, dia berpendapat bahwa
roh yang masuk ke dalam tubuh manusia juga kotor, dan tak dapat kembali ke
Tuhan. Selama masih kotor, ia akan tetap tinggal di bumi berusaha membersihkan
diri melalui reinkarnasi. Kalau sudah bersih, ia dapat mendekatkan diri dengan
Tuhan sampai ke tingkat bersatu dengan Dia di bumi ini.
Paham
penyucian diri melalui reinkarnasi tak terdapat dalam ajaran tasawuf. Paham itu
memang bertentangan dengan ajaran al-Qur'an bahwa roh, sesudah tubuh mati tidak
akan kembali ke hidup serupa di bumi. Sesudah bercerai dengan tubuh, roh pergi
ke alam barzah menunggu datangnya hari perhitungan. Tapi, konsep Plotinus
tentang bersatunya roh dengan Tuhan di dunia ini, memang terdapat dalam tasawuf
Islam.
Dari agama Buddha, pengaruhnya
dikatakan dari konsep Nirwana. Nirwana dapat dicapai dengan meninggalkan dunia,
memasuki hidup kontemplasi dan menghancurkan diri. Ajaran menghancurkan diri
untuk bersatu dengan Tuhan juga terdapat dalam Islam. Sedangkan pengaruh dari
agama Hindu dikatakan datang dari ajaran bersatunya Atman dengan Brahman
melalui kontemplasi dan menjauhi dunia materi. Dalam tasawuf terdapat
pengalaman ittihad, yaitu persatuan roh manusia dengan roh Tuhan.
Kita perlu mencatat, agama Hindu dan
Buddha, filsafat Yunani dan agama Kristen datang lama sebelum Islam. Bahwa yang
kemudian datang dipengaruhi oleh yang datang terdahulu adalah suatu
kemungkinan. Tapi pendapat serupa ini memerlukan bukti-bukti historis. Dalam
kaitan ini timbul pertanyaan: sekiranya ajaran-ajaran tersebut diatas tidak
ada, tidakkah mungkin tasawuf timbul dari dalam diri Islam sendiri?
Hakekat tasawuf kita adalah
mendekatkan diri kepada Tuhan. Dalam ajaran Islam, Tuhan memang dekat sekali
dengan manusia. Dekatnya Tuhan kepada manusia disebut al-Qur'an dan Hadits.
Ayat 186 dari surat al-Baqarah mengatakan, "Jika hambaKu bertanya kepadamu
tentang Aku, maka Aku dekat dan mengabulkan seruan orang yang memanggil jika
Aku dipanggil."
Kaum sufi mengartikan do'a disini
bukan berdo'a, tetapi berseru, agar Tuhan mengabulkan seruannya untuk melihat
Tuhan dan berada dekat kepada-Nya. Dengan kata lain, ia berseru agar Tuhan
membuka hijab dan menampakkan diri-Nya kepada yang berseru. Tentang dekatnya
Tuhan, digambarkan oleh ayat berikut,
¬!ur
ä-Ìô±pRùQ$#
Ü>ÌøópRùQ$#ur
4
$yJuZ÷r'sù
(#q9uqè?
§NsVsù
çmô_ur
«!$#
4
cÎ)
©!$#
ììźur
ÒOÎ=tæ
ÇÊÊÎÈ
"Timur dan Barat kepunyaan Tuhan, maka
kemana saja kamu berpaling di situ ada wajah Tuhan" (QS. al-Baqarah
115).
Ayat ini mengandung
arti bahwa dimana saja Tuhan dapat dijumpai. Tuhan dekat dan sufi tak perlu
pergi jauh, untuk menjumpainya.
2.3.
Manfaat Tasawuf
`tBur
ÆìÏÜã
©!$#
tAqߧ9$#ur
y7Í´¯»s9'ré'sù
yìtB
tûïÏ%©!$#
zNyè÷Rr&
ª!$#
NÍkön=tã
z`ÏiB
z`¿ÍhÎ;¨Y9$#
tûüÉ)ÏdÅ_Á9$#ur
Ïä!#ypk¶9$#ur
tûüÅsÎ=»¢Á9$#ur
4
z`Ý¡ymur
y7Í´¯»s9'ré&
$Z)Ïùu
ÇÏÒÈ
"Dan
barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama
dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat oleh Allah, yaitu: Nabi, para shiddiqqiin,
orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman
yang sebaik-baiknya." (QS An-Nisaa': 69)
Bagi orang yang belum mengenal apa
itu Ilmu Tasawuf atau sufi tentu akan merasa asing untuk keduanya, karena tidak
tahu orang cendrung untuk menjauhi atau enggan untuk mempelajarinya bahkan
sampai mengejeknya. Hal ini serupa dengan awal kedatangan Islam tempo dulu,
sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, "Permulaan Islam ini asing, dan akan
kembali asing pula, maka gembiralah orang-orang yang dianggap asing
(orang-orang Islam)." (HR Muslim)
Kaum Sufi bukanlah sekelompok aliran
bid'ah yang ajarannya masih saja diperdebatkan, namun dalam memahami Ilmu
kesufian hati perlu benar-benar bersih dan jeli untuk menangkap doktrin-doktrin
yang diajarkan dalam sufi itu sendiri dengan catatan tidak melenceng dari
Islam. Tanpa didampingi ilmu sebagai manusia terlalu gampang untuk mencoreng,
mencela dan berprasangka buruk terhadap sesama. Dalam sebuah hadits Nabi SAW
bersabda, "Hati-hatilah kalian terhadap prasangka, karena sesungguhnya
prasangka itu merupakan perkataan yang paling dusta." (HR Bukhari-Muslim)
Ilmu kesufian atau Ilmu Tasawuf
adalah ilmu yang didasari oleh Al-Qur'an dan hadits dengan tujuan utamanya amar
makruf nahi munkar. Sejak jaman sahabat Nabi SAW, tanda-tanda sufi dan ilmu
kesufian sudah ada. Namun nama sufi dan ilmu tersebut belum muncul, sebagaimana
ilmu-ilmu lain seperti Ilmu Hadits, Ilmu Kalam, Ilmu Tafsir, Ilmu Fiqh dan lain
sebagainya. Barulah pada tahun 150 H atau abad ke-8 M Ilmu Sufi atau Ilmu
Tasawuf ini berdiri sebagai ilmu yang berdiri sendiri yang bersifat kerohanian.
Kontribusi Ilmu Tasawuf ini banyak
dibukukan oleh kalangan orang-orang sufi sendiri seperti Hasan Al-Bashri, Abu
Hasyim Shufi Al-Kufi, Al-Hallaj bin Muhammad Al-Baidhawi, Sufyan ibn Sa'id
Ats-Tsauri, Abu Sulaiman Ad-Darani, Abu Hafs Al-Haddad, Sahl At-Tustari,
Al-Qusyairi, Ad-Dailami, Yusuf ibn Asybat, Basyir Al-Haris, As-Suhrawardi, Ain
Qudhat Al-Hamadhani dan masih banyak yang lainnya hingga kini terus berkembang.
Dalam praktek realisasi ilmu sufi,
khususnya tempo dulu, mutasawwif (orang sufi) memerlukan adaptasi yang amat
sangat. Hal ini agar mampu untuk menarik orang-orang yang belum masuk muslim
dengan jalan tanpa kekerasan dan paksaan, dengan kata lain berdakwah yang tidak
keluar dari tujuan utama yang membuktikan akan cintanya kepada Maha Pencipta
yakni Allah SWT.
Di sisi lain orang-orang sufi
menjauhkan diri dari hal keduniaan yang dapat menghijab antara hamba-Nya dengan
Allah SWT dalam beribadah. Di sinilah Sufi mulai mengembangkan metode-metode bagaimana
cara untuk membersihkan jiwa, pembinaan lahir batin, berdzikir, mendekatkan
diri pada Allah, membangun jiwa mulia dalam mengenal Allah atau berma'rifat.
Selain itu berintrospeksi diri, siapa diri ini sebenarnya, sesuai dengan hadits
Nabi SAW, "Man 'arafa nafsahu faqad 'arafa Rabbahu, (Barang siapa yang
mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya)."
Jelas bahwa Ilmu Tasawuf dan sufi
adalah merupakan salah satu ilmu dalam Agama Islam yang sangat halus dan
mendalam yang mampu menembus alam batin serta sulit sekali untuk diilmiahkan
dan diterangkan secara konkret. Hal ini bukan berarti tidak dapat dibuktikan
secara ilmiah namun seseorang yang memiliki kebersihan hati dan kecerdasan yang
luar biasa yang mampu mecahkannya. Sebab "Al-Islaamu 'ilmiyyun wa
'amaliyyun, (Islam adalah ilmiah dan amaliah)" (HR Bukhari)
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Sejumlah pengertian yang telah dikemukakan oleh para
ahli, baik dari kalangan para sufi (pengamal ajaran tasawuf) maupun yang bukan,
terhadap kata “tasawuf”. Namun, tidak mungkin mencantum semua definisi dalam
tulisan ini karena sebagai definisi memiliki kesamaan arti dengan definisi
lain, dengan menggunakan redaksi yang berbeda.
Dari Harun Nasution
diterangkan bahwa: Karena tasawuf timbul dalam Islam sesudah umat Islam
mempunyai kontak dengan agama Kristen, filsafat Yunani dan agama Hindu dan
Buddha, muncullah anggapan bahwa aliran tasawuf lahir dalam Islam atas pengaruh
dari luar.
Ilmu kesufian atau Ilmu Tasawuf
adalah ilmu yang didasari oleh Al-Qur'an dan hadits dengan tujuan utamanya amar
makruf nahi munkar. Sejak jaman sahabat Nabi SAW, tanda-tanda sufi dan ilmu
kesufian sudah ada. Namun nama sufi dan ilmu tersebut belum muncul, sebagaimana
ilmu-ilmu lain seperti Ilmu Hadits, Ilmu Kalam, Ilmu Tafsir, Ilmu Fiqh dan lain
sebagainya. Barulah pada tahun 150 H atau abad ke-8 M Ilmu Sufi atau Ilmu
Tasawuf ini berdiri sebagai ilmu yang berdiri sendiri yang bersifat kerohanian.
DAFTAR PUSTAKA
A. Bachrun Rif’I dan Hasan mud’is, 2010, Filfasat Tasawuf, Bandung: CV. Pustaka
Setia.
Asmaran As. 1996.
Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: Radja Grafindo Persada.
Mustofa. 1997. Akhlak Tasawuf.
Bandung: CV. Pustaka Setia.
Moh. Saifulla Al Aziz Senai. 2000. Tasawuf dan
Jalan HIdup Para Wali, Jawa Timur: Putra Pelajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar