Rabu, 22 Mei 2013

Arti, asal usul dan manfaat Tasawuf


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Sumber Tasawuf
            Prof. DR. Hamka dalam bukunya “Perkembangan tasawuf dari abad ke abad” menyimpulkan : “bahwasanya Tasawuf islam telah tumbuh sejak tumbuhnya agama islam itu sendiri. Tumbuh di dalam jiwa pendiri islam itu sendiri, yaitu Nabi Muhammad. Disauk airnya dari dalam Qur’an sendiri”.
            Setelah memperhatikan permulaan tumbuhnya, jelaslah bahwa ilmu tasawuf tumbuh sediri karena pengaruh membaca ayat-ayat sucu Al-Qur’an. Memahami ,maksudnya, membaca hadist, mencontoh kehidupan nabi dan para sahabatnya, serta pengaruh tuntutan agama Islam pada umumnya. Tetapi dalam permulaan tumbuhan sampai akhir abad kedua Hijriyah, tasawuf belum menjadi suatu ilmu menjadi suatu ilmu yang tersusun/tersendiri dengan beberapa syarat dan tata cara tertentu.[1]
            Menurut ilmu Klaidun dalam “Muqaddimah Tarikhnya” menyatakan : “Tasawuf ialah salah satu di antara ilmu salah satu di antara ilmu-ilmu syari’at yang baru tumbuhan dalam agama islam. Asal mulanya dari amal perbuatan salahfussalihin, dari sahabat-sahabat nabi dan amal tabi’in, dan orang-orang yang sesudah itu, maksudnya ialah menuruti jalan kebenaran (haq) dan petunjuk Allah (hidayat). Pokoknya ialah tekun beribadat , memutuskan jalan yang lain dan tetap hanya tertuju kepada Allah semata, menolak kemgahan dan perhiasan dunia, melepaskan diri (zuhud) dari yang diingini kebudayaan orang berupa kelezatan, harta benda atau kemegahan pangkat, serta menyendiri dari makhluk dalam berkhalwat untuk beribadat”.

1.2. Rumusan Masalah
a.       Apa arti dari Tasawuf ?
b.      Apa asal usul dari Tasawuf ?
c.       Apa manfaat dari Tasawuf ?
1.3. Tujuan
a.       Mengetahui arti Tasawuf.
b.      Mengetahui asal usul Tasawuf.
c.       Mengetahui manfaat tasawuf.
















BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Arti dari Tasawuf
            Ada sejumlah pengertian yang telah dikemukakan oleh para ahli, baik dari kalangan para sufi (pengamal ajaran tasawuf) maupun yang bukan, terhadap kata “tasawuf”. Namun, tidak mungkin mencantum semua definisi dalam tulisan ini karena sebagai definisi memiliki kesamaan arti dengan definisi lain, dengan menggunakan redaksi yang berbeda.
            Untuk tujuan kejelasan arti kata “tasawuf atau sufi”, dilakukan penelusuaran terhadap asal usul penggunaan kata tersebut. Penelusuran ini diharapkan akan memberikan gambaran yang jelas akan makna kata “tasawuf” yang sesungguhnya. Setelah itu, dilihat pula beberapa definisi yang telah dirumuskan oleh para ahli. Karena kebanyak para ulama tasawuf berbeda pendapat tentang asal usul penggunaan kata tersebut ada yang berpendapat bahwa kata tersebut dinisbahkan pada perkataan ahl ash-shuffah.[2]
            Ada yang mengatakan bahwa tasawuf bersal dari kata “shafa” , artinya suci, bersih, atau murni. Hal ini karna jika dilihat dari segi niat maupun tujuan setiap tindakan dan ibadah aum sufi, jelas bahwa semua itu dilakukan dengan niat suci untuk membersihkan jiwa dalam mengabdi kepada Allah SWT.[3]
            Ada lagi yang mengatakan tasawuf berasal dari kata shaff, artinya shaff atau baris. Dinamakan sebagai sufi, menurut pendapat ini, karena berada pada garis (shaff) pertama di depan Allah akibat besarnya keinginan mereka akan Dia, kecenderungan hati mereka terhadap-Nya. Namun, ada juga yang mengatakan bahwa ahl ash-shuffahh dalah sebuah komunitas yang hidup pada masa Rasulullah, dan senantiasa menyibukan diriuntuk beribadah kepada Allah. Mereka memiliki karakteristik yang kuat dalam persoalan ibadah sehingga mereka lebih senang hidup ‘sengsara’ di dunia, namun menemukan kebahagiaan kelak di akhirat. Oleh karena itu, bagi mereka, kegiatan ibadah yang dilakukannya tidak mengenal waktu, kapan pun dan dimana pun. Sisa hidup mereka di dunia tidak dibuang dengan sia-sia, tetapi dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk selalu mengingat Allah.[4]
2.2. Asal Usul Tasawuf
            Dari Harun Nasution diterangkan bahwa: Karena tasawuf timbul dalam Islam sesudah umat Islam mempunyai kontak dengan agama Kristen, filsafat Yunani dan agama Hindu dan Buddha, muncullah anggapan bahwa aliran tasawuf lahir dalam Islam atas pengaruh dari luar.
            Ada yang mengatakan bahwa pengaruhnya datang dari rahib-rahib Kristen yang mengasingkan diri untuk beribadat dan mendekatkan diri kepada Tuhan di gurun pasir Arabia. Tempat mereka menjadi tujuan orang yang perlu bantuan di padang yang gersang. Di siang hari, kemah mereka menjadi tempat berteduh bagi orang yang kepanasan; dan di malam hari lampu mereka menjadi petunjuk jalan bagi musafir. Rahib-rahib itu berhati baik, dan pemurah dan suka menolong. Sufi juga mengasingkan diri dari dunia ramai, walaupun untuk sementara, berhati baik, pemurah dan suka menolong.
            Pengaruh filsafat Yunani dikatakan berasal dari pemikiran mistik Pythagoras. Dalam filsafatnya, roh manusia adalah suci dan berasal dari tempat suci, kemudian turun ke dunia materi dan masuk ke dalam tubuh manusia yang bernafsu. Roh yang pada mulanya suci itu menjadi tidak suci dan karena itu tidak dapat kembali ke tempatnya semula yang suci. Untuk itu ia harus menyucikan diri dengan memusatkan perhatian pada fllsafat serta ilmu pengetahuan dan melakukan beberapa pantangan. Filsafat sufi juga demikian. Roh yang masuk ke dalam janin di kandungan ibu berasal dari alam rohani yang suci, tapi kemudian dipengaruhi oleh hawa nafsu yang terdapat dalam tubuh manusia. Maka untuk dapat bertemu dengan Tuhan Yang Maha Suci, roh yang telah kotor itu dibersihkan dulu melalui ibadat yang banyak.
            Masih dari filsafat Yunani, pengaruh itu dikaitkan dengan filsafat emanasi Plotinus. Roh memancar dari diri Tuhan dan akan kembali ke Tuhan. Tapi, sama dengan Pythagoras, dia berpendapat bahwa roh yang masuk ke dalam tubuh manusia juga kotor, dan tak dapat kembali ke Tuhan. Selama masih kotor, ia akan tetap tinggal di bumi berusaha membersihkan diri melalui reinkarnasi. Kalau sudah bersih, ia dapat mendekatkan diri dengan Tuhan sampai ke tingkat bersatu dengan Dia di bumi ini.
            Paham penyucian diri melalui reinkarnasi tak terdapat dalam ajaran tasawuf. Paham itu memang bertentangan dengan ajaran al-Qur'an bahwa roh, sesudah tubuh mati tidak akan kembali ke hidup serupa di bumi. Sesudah bercerai dengan tubuh, roh pergi ke alam barzah menunggu datangnya hari perhitungan. Tapi, konsep Plotinus tentang bersatunya roh dengan Tuhan di dunia ini, memang terdapat dalam tasawuf Islam.
            Dari agama Buddha, pengaruhnya dikatakan dari konsep Nirwana. Nirwana dapat dicapai dengan meninggalkan dunia, memasuki hidup kontemplasi dan menghancurkan diri. Ajaran menghancurkan diri untuk bersatu dengan Tuhan juga terdapat dalam Islam. Sedangkan pengaruh dari agama Hindu dikatakan datang dari ajaran bersatunya Atman dengan Brahman melalui kontemplasi dan menjauhi dunia materi. Dalam tasawuf terdapat pengalaman ittihad, yaitu persatuan roh manusia dengan roh Tuhan.
            Kita perlu mencatat, agama Hindu dan Buddha, filsafat Yunani dan agama Kristen datang lama sebelum Islam. Bahwa yang kemudian datang dipengaruhi oleh yang datang terdahulu adalah suatu kemungkinan. Tapi pendapat serupa ini memerlukan bukti-bukti historis. Dalam kaitan ini timbul pertanyaan: sekiranya ajaran-ajaran tersebut diatas tidak ada, tidakkah mungkin tasawuf timbul dari dalam diri Islam sendiri?
            Hakekat tasawuf kita adalah mendekatkan diri kepada Tuhan. Dalam ajaran Islam, Tuhan memang dekat sekali dengan manusia. Dekatnya Tuhan kepada manusia disebut al-Qur'an dan Hadits. Ayat 186 dari surat al-Baqarah mengatakan, "Jika hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka Aku dekat dan mengabulkan seruan orang yang memanggil jika Aku dipanggil."
            Kaum sufi mengartikan do'a disini bukan berdo'a, tetapi berseru, agar Tuhan mengabulkan seruannya untuk melihat Tuhan dan berada dekat kepada-Nya. Dengan kata lain, ia berseru agar Tuhan membuka hijab dan menampakkan diri-Nya kepada yang berseru. Tentang dekatnya Tuhan, digambarkan oleh ayat berikut,

¬!ur ä-̍ô±pRùQ$# Ü>̍øópRùQ$#ur 4 $yJuZ÷ƒr'sù (#q9uqè? §NsVsù çmô_ur «!$# 4 žcÎ) ©!$# ììźur ÒOŠÎ=tæ ÇÊÊÎÈ  
 "Timur dan Barat kepunyaan Tuhan, maka kemana saja kamu berpaling di situ ada wajah Tuhan" (QS. al-Baqarah 115).
Ayat ini mengandung arti bahwa dimana saja Tuhan dapat dijumpai. Tuhan dekat dan sufi tak perlu pergi jauh, untuk menjumpainya.
2.3. Manfaat Tasawuf
`tBur ÆìÏÜム©!$# tAqߧ9$#ur y7Í´¯»s9'ré'sù yìtB tûïÏ%©!$# zNyè÷Rr& ª!$# NÍköŽn=tã z`ÏiB z`¿ÍhŠÎ;¨Y9$# tûüÉ)ƒÏdÅ_Á9$#ur Ïä!#ypk9$#ur tûüÅsÎ=»¢Á9$#ur 4 z`Ý¡ymur y7Í´¯»s9'ré& $Z)ŠÏùu ÇÏÒÈ  
"Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat oleh Allah, yaitu: Nabi, para shiddiqqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya." (QS An-Nisaa': 69)

            Bagi orang yang belum mengenal apa itu Ilmu Tasawuf atau sufi tentu akan merasa asing untuk keduanya, karena tidak tahu orang cendrung untuk menjauhi atau enggan untuk mempelajarinya bahkan sampai mengejeknya. Hal ini serupa dengan awal kedatangan Islam tempo dulu, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, "Permulaan Islam ini asing, dan akan kembali asing pula, maka gembiralah orang-orang yang dianggap asing (orang-orang Islam)." (HR Muslim)
            Kaum Sufi bukanlah sekelompok aliran bid'ah yang ajarannya masih saja diperdebatkan, namun dalam memahami Ilmu kesufian hati perlu benar-benar bersih dan jeli untuk menangkap doktrin-doktrin yang diajarkan dalam sufi itu sendiri dengan catatan tidak melenceng dari Islam. Tanpa didampingi ilmu sebagai manusia terlalu gampang untuk mencoreng, mencela dan berprasangka buruk terhadap sesama. Dalam sebuah hadits Nabi SAW bersabda, "Hati-hatilah kalian terhadap prasangka, karena sesungguhnya prasangka itu merupakan perkataan yang paling dusta." (HR Bukhari-Muslim)
            Ilmu kesufian atau Ilmu Tasawuf adalah ilmu yang didasari oleh Al-Qur'an dan hadits dengan tujuan utamanya amar makruf nahi munkar. Sejak jaman sahabat Nabi SAW, tanda-tanda sufi dan ilmu kesufian sudah ada. Namun nama sufi dan ilmu tersebut belum muncul, sebagaimana ilmu-ilmu lain seperti Ilmu Hadits, Ilmu Kalam, Ilmu Tafsir, Ilmu Fiqh dan lain sebagainya. Barulah pada tahun 150 H atau abad ke-8 M Ilmu Sufi atau Ilmu Tasawuf ini berdiri sebagai ilmu yang berdiri sendiri yang bersifat kerohanian.
            Kontribusi Ilmu Tasawuf ini banyak dibukukan oleh kalangan orang-orang sufi sendiri seperti Hasan Al-Bashri, Abu Hasyim Shufi Al-Kufi, Al-Hallaj bin Muhammad Al-Baidhawi, Sufyan ibn Sa'id Ats-Tsauri, Abu Sulaiman Ad-Darani, Abu Hafs Al-Haddad, Sahl At-Tustari, Al-Qusyairi, Ad-Dailami, Yusuf ibn Asybat, Basyir Al-Haris, As-Suhrawardi, Ain Qudhat Al-Hamadhani dan masih banyak yang lainnya hingga kini terus berkembang.
            Dalam praktek realisasi ilmu sufi, khususnya tempo dulu, mutasawwif (orang sufi) memerlukan adaptasi yang amat sangat. Hal ini agar mampu untuk menarik orang-orang yang belum masuk muslim dengan jalan tanpa kekerasan dan paksaan, dengan kata lain berdakwah yang tidak keluar dari tujuan utama yang membuktikan akan cintanya kepada Maha Pencipta yakni Allah SWT.
            Di sisi lain orang-orang sufi menjauhkan diri dari hal keduniaan yang dapat menghijab antara hamba-Nya dengan Allah SWT dalam beribadah. Di sinilah Sufi mulai mengembangkan metode-metode bagaimana cara untuk membersihkan jiwa, pembinaan lahir batin, berdzikir, mendekatkan diri pada Allah, membangun jiwa mulia dalam mengenal Allah atau berma'rifat. Selain itu berintrospeksi diri, siapa diri ini sebenarnya, sesuai dengan hadits Nabi SAW, "Man 'arafa nafsahu faqad 'arafa Rabbahu, (Barang siapa yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya)."
            Jelas bahwa Ilmu Tasawuf dan sufi adalah merupakan salah satu ilmu dalam Agama Islam yang sangat halus dan mendalam yang mampu menembus alam batin serta sulit sekali untuk diilmiahkan dan diterangkan secara konkret. Hal ini bukan berarti tidak dapat dibuktikan secara ilmiah namun seseorang yang memiliki kebersihan hati dan kecerdasan yang luar biasa yang mampu mecahkannya. Sebab "Al-Islaamu 'ilmiyyun wa 'amaliyyun, (Islam adalah ilmiah dan amaliah)" (HR Bukhari)

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
            Sejumlah pengertian yang telah dikemukakan oleh para ahli, baik dari kalangan para sufi (pengamal ajaran tasawuf) maupun yang bukan, terhadap kata “tasawuf”. Namun, tidak mungkin mencantum semua definisi dalam tulisan ini karena sebagai definisi memiliki kesamaan arti dengan definisi lain, dengan menggunakan redaksi yang berbeda.
            Dari Harun Nasution diterangkan bahwa: Karena tasawuf timbul dalam Islam sesudah umat Islam mempunyai kontak dengan agama Kristen, filsafat Yunani dan agama Hindu dan Buddha, muncullah anggapan bahwa aliran tasawuf lahir dalam Islam atas pengaruh dari luar.
            Ilmu kesufian atau Ilmu Tasawuf adalah ilmu yang didasari oleh Al-Qur'an dan hadits dengan tujuan utamanya amar makruf nahi munkar. Sejak jaman sahabat Nabi SAW, tanda-tanda sufi dan ilmu kesufian sudah ada. Namun nama sufi dan ilmu tersebut belum muncul, sebagaimana ilmu-ilmu lain seperti Ilmu Hadits, Ilmu Kalam, Ilmu Tafsir, Ilmu Fiqh dan lain sebagainya. Barulah pada tahun 150 H atau abad ke-8 M Ilmu Sufi atau Ilmu Tasawuf ini berdiri sebagai ilmu yang berdiri sendiri yang bersifat kerohanian.







DAFTAR PUSTAKA

A. Bachrun Rif’I dan Hasan mud’is, 2010,  Filfasat Tasawuf, Bandung: CV. Pustaka Setia.
Asmaran As. 1996.  Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: Radja Grafindo Persada.
Mustofa. 1997. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Moh. Saifulla Al Aziz Senai. 2000. Tasawuf dan Jalan HIdup Para Wali, Jawa Timur: Putra Pelajar.














[1] Moh. Saifulla Al Aziz Senai, Tasawuf dan Jalan HIdup Para Wali (Jawa Timur, Putra Pelajar, 2000) hlm. 15
[2] A. Bachrun Rif’I dan Hasan mud’is, Filfasat Tasawuf (Bandung, CV. Pustaka Setia, 2010) hlm. 24.
[3] Asmaran As, Pengantar Studi Tasawuf, (Jakarta, Radja Grafindo Persada, 1996) hlm. 42-43.
[4] Mustofa, Akhlak Tasawuf, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997, 41-42.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar